20.2.09

Terintimidasi

Akhir-akhir ini gue baru menyadari kalau kita sudah terperangkap dan terpengaruhi oleh mata dunia yang sangat mengintimidasi.

in.ti.mi.da.si n tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu); gertakan; ancaman;

Atau mungkin hari ini orang memang lebih mudah ditakut-takuti secara mental, alih-alih fisik.

Di jalanan Jakarta yang padat, gue termasuk pengendara motor yang 'malas'. Malas mencari celah-celah sempit untuk dimasuki. Kalau jalanan Gatot Subroto yang penuh lubang itu mulai padat pada jam tujuh malam, gue lebih memilih ngejongkrok aja dibelakang salah satu mobil yang terhenti. Sementara motor lain dengan giat menaiki trotoar, melindas genangan comberan, meliuk gesit diantara dua sedan.

Dua hari yang lalu, gue lagi asyik melamun ditengah kemacetan, diatas motor. Memandangi gedung Jakarta dari sela-sela ranting pohon yang masih basah karena hujan. Tiba-tiba gue tergangu sama motor di depan gue yang mulai belingsatan. Dia kejebak di sela-sela mobil dan gue dibelakangnya. Kayanya ngga sabar banget pengen keluar, padahal jalanan asli padat abiiisss... Terus gue melirik ke pinggiran jalan. Berderet motor emang lagi jalan diatas trotoar, semua ingin jadi yang terdepan.

Kayanya si motor depan gue itu sangat terintimidasi sama mereka....

Gue juga pernah merasa terintimidasi sama seorang cewe. Teman yang gue kenal di tempat kerja gue yang lama. Dia cantik, pinter ngomong, anggun, dan menyenangkan. Kadang gue ngerasa nggak bener nih... kaya gue pengen memeluk dia sekaligus mencekiknya dalam waktu bersamaan. Gue pernah merasa iri. Pernah juga merasa cemburu. Dan kalau gue pikir-pikir, perasaan yang gue rasain ke cewe itu sama sekali bukan kedua-duanya. Aneh.

Mungkin gue merasa terintimidasi sama dia. Nggak tau karena apa. Apa mungkin gue merasa terancam? Terancam apa? Ih beneran deh, nggak ngerti. Dan gue suka sama dia, sebenernya. Bukan tipe yang bakal gue lihat dengan mengernyit.

Setelah banyak waktu yang dengan tidak berguna gue habiskan untuk menganalisa perasaan gue, gue berkesimpulan, perasaan ini sama ketika gue ada di kelas 1 SD. Gue punya temen namanya Ika. Selama dua caturwulan berturut-turut gue selalu juara 1, sampai caturwulan ketiga, dia tiba-tiba menggantikan posisi gue. Gue lengser keprabon.... Dan gue ngga benci dia. Gue hanya jadi terintimidasi. Terintimidasi.

Perasaan yang seharusnya tidak membuat hati kita terkorosi...

Cheers,
-ajeng-