19.10.08

RACIST

The more we grow older, the more racist we become. Or is it less?

Mungkin karena gue menghabiskan sebagian besar kehidupan gue di Jawa, yang ngga terlalu berjubel dengan orang-orang dari daerah lain. Kalaupun ada temen-temen gue yang berasal dari pulau yang perginya pake nyebrangin laut, merekalah yang bakal nyesuaiin sama custom kita di Jawa.

Di kota yang ramai ini, memberi label kepada seseorang yang punya latar budaya yang beda kayanya udah jadi hal yang biasa. Saking biasanya malah udah ngga berasa kalo perkataan-perkataan tertentu sebenernya sangat rasis, mungkin tadinya sensitif tapi saking terbiasanya ya udah...jadi sekadar jokes aja. Bukan sesuatu yang harus dipikirin.

Don't get me wrong. Gue bukan pembenci orang-orang yang bercanda dengan suku. Gue berteman baik dengan beberapa dari mereka malah. Dan gue udah ngga terkaget-kaget lagi kalo tiba-tiba salah satu temen gue menghujat teman yang lain:

"Dasar Batak....,"
"Ih, apaan sih lo Padang!"
"Lo juga, Jawir (jawa maksudnya)!!"

Dan daftarnya bisa lebih panjang kalo ditambah sama predikat-predikat yang melekat sama suku yang bersangkutan. Dan parahnya *buat gue pribadi*, gue jadi suka menyalahkan suku gue atas sikap-sikap gue yang ngga menguntungkan.

Kaya, "Karena gue orang Jawa kali ya, jadi ya pasrah aja." Duh, cemen banget ngga sih...

Apa gue lagi culture shock kali ya? Berarti lemot banget otak gue kalo emang iya, secara gue udah hampir dua tahun tinggal di Jakarta... Kayanya engga deh.

Mungkin karena sepanjang hari dalam minggu ini, atau sepanjang bulan dalam tahun ini, gue dan temen-temen gue *mungkin juga anda, pembaca setia* adalah orang Jakarta. Bukan orang Jawa, Padang, Sunda, dan Batak.. Tapi kenapa kita ngga bisa jadi "orang" aja? Tanpa embel-embel lain di belakangnya. Cuma "orang"...

A squirrel in the tree is he watching me
Does he give a damn?
Does he care who I am?
I’m just a man, is that all I am
Are my manners misinterpreted words or only human?
I’m human
-Only Human, Jason Mraz-



Cheers,
-ajeng-

No comments: