Senja ini… dan langit Jakarta yang bukannya berwarna jingga tetapi abu-abu, membentuk auramu. Membuatku akhirnya mendefinisikan perasaan yang seringnya tak kukenali ketika menghabiskan waktu bersamamu menghisap batang tembakau dalam diam, ternyata semuram senja sore ini.
Disinilah kita berdua terdampar, di sore ini. Sementara semuanya berawal setahun yang lalu. Setahun yang terasa seperti baru kemarin. Kemarin yang terasa seperti pagi tadi. Dan tadi pagi terasa seperti ribuan tahun cahaya lamanya. Seperti sesuatu yang tak nyata bagai fatamorgana. Jauh dan tak terengkuh layaknya khayalan.
Masih seperti bayang-bayang, mengambang. Sulitnya utnuk sekadar menatap kamu, terlebih menjamahmu. Mencoba menggenggammu berarti sia-sia, karena seperti kabut kau terlalu cepat menguap. Meninggalkan jejak embun di jari-jemariku yang mencoba dengan ceroboh untuk menggapai.
Amor ch’a nul l’amato amar perdona … love will make the one you love loves you back …
Mungkin aku kurang keras berusaha, atau malah terlalu keras kepadamu? Karena ketika kubilang, “Kau harus mencintaiku,” maka yang kumaksud adalah kau harus mencintaiku. Sekuat mungkin, sampai perasaan itu menyakitimu. Sampai seluruh hati dan jiwamu terluka, terobati, dan terluka lagi. Sampai kau menderita.
Sampai kau merasakannya sendiri…
*an early poem, October 2008*
-ajeng-
No comments:
Post a Comment